Ahli Kitab Mengubah Firman Allah -Tafsir Surah Ali Imran 78
Ahli Kitab Mengubah Firman Allah -Tafsir Surah Ali Imran 78 adalah kajian tafsir Al-Quran yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Kajian ini beliau sampaikan di Masjid Al-Barkah, komplek studio Radio Rodja dan Rodja TV pada Selasa, 29 Jumadil Akhir 1446 H / 31 Desember 2024 M.
Ahli Kitab Mengubah Firman Allah -Tafsir Surah Ali Imran 78
Kita lanjutkan pembahasan pada ayat ke-78 dari Surah Ali ‘Imran. Allah Ta’ala berfirman:
وَإِنَّ مِنْهُمْ لَفَرِيقًا يَلْوُونَ أَلْسِنَتَهُمْ بِالْكِتَابِ لِتَحْسَبُوهُ مِنَ الْكِتَابِ وَمَا هُوَ مِنَ الْكِتَابِ وَيَقُولُونَ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَمَا هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَيَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Sesungguhnya di antara mereka (Ahli Kitab) ada sekelompok orang yang menggunakan lisan-lisan mereka untuk mengubah-ubah Al-Kitab (Taurat dan Injil) supaya kamu menyangka itu sebagian dari Kitab, padahal itu bukan dari Kitab, dan mereka mengatakan, ‘Itu dari Allah,’ padahal itu bukan dari Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah, sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 78)
Contohnya adalah ketika sebagian dari mereka menghadapi kasus zina. Hukum yang terdapat dalam Taurat untuk pelaku zina adalah rajam. Namun, mereka berusaha mengubah hukuman tersebut menjadi diarak dan menyatakan bahwa itu adalah hukuman bagi pezina. Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya kepada mereka, mereka membacakan ayat lain sambil menutupi ayat tentang rajam.
Kemudian, seorang pendeta Yahudi yang telah masuk Islam, bernama Abdus Salam, mengatakan, “Angkat tanganmu!” Ketika tangan tersebut diangkat, tampaklah ayat tentang rajam yang mereka sembunyikan.
Inilah cara orang Yahudi mengubah-ubah kitab suci mereka. Mereka membuat ayat-ayat palsu atau membuat pemahaman sendiri dari ayat Al-Kitab, lalu mengklaim bahwa itu termasuk Al-Kitab. Mereka juga berkata bahwa hal tersebut datang dari sisi Allah, padahal itu murni dari hasil rekaan mereka sendiri.
Kemudian pada ayat berikutnya, yaitu ayat ke-79, Allah Ta’ala berfirman:
مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَٰكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ
“Tidaklah seorang manusia diberikan oleh Allah Al-Kitab, hukum, dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia, ‘Hendaklah kamu menjadi hamba-hambaku, bukan hamba-hamba Allah.’ Akan tetapi (dia berkata), ‘Hendaklah kamu menjadi seorang Rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan karena kamu tetap mempelajarinya.`” (QS. Ali ‘Imran [3]: 79)
Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu menafsirkan istilah Rabbani sebagai orang yang mendidik manusia dengan ilmu-ilmu dasar sebelum mengajarkan ilmu yang lebih dalam. Seorang Rabbani membimbing manusia secara bertahap agar pemahaman mereka berkembang dengan baik.
Allah kemudian melanjutkan firman-Nya:
وَلَا يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلَائِكَةَ وَالنَّبِيِّينَ أَرْبَابًا ۗ أَيَأْمُرُكُمْ بِالْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Dan tidak mungkin pula orang yang diangkat menjadi nabi, diberikan kepadanya Al-Kitab dan hukum, memerintahkan kalian untuk menjadikan malaikat dan para nabi sebagai tandingan-tandingan selain Allah. Apakah dia (nabi itu) menyuruhmu menjadi kafir setelah kamu (beragama) Islam?” (QS. Ali ‘Imran [3]: 80)
Ayat ini menjadi bantahan terhadap klaim kaum Yahudi dan Nasrani yang menyatakan bahwa Nabi Isa adalah Tuhan, atau Uzair adalah anak Allah. Allah menegaskan bahwa tidak mungkin seorang nabi yang diberi Al-Kitab, hukum, dan kenabian akan mengajarkan manusia untuk menyembah dirinya atau menjadikan para malaikat dan nabi sebagai tandingan Allah.
Para nabi memiliki sifat amanah. Mereka tidak mungkin khianat dalam menyampaikan risalah. Hal ini juga menjadi jawaban terhadap sebagian klaim kaum Nasrani yang menyatakan bahwa Yesus (Nabi Isa) adalah anak Tuhan. Bahkan, sebagaimana dinyatakan oleh para ahli kristologi, tidak ada satu pun ayat dalam Injil yang menunjukkan bahwa Nabi Isa mengklaim dirinya sebagai anak Tuhan atau sebagai Tuhan.
Dari tiga ayat ini, kita dapat mengambil faedah, sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Utsaimin Rahimahullah.
1. Ahli Kitab Mengubah Firman Allah
Sebagian ahli kitab mengubah firman Allah, baik dari sisi lafadz maupun maknanya. Allah menceritakan hal ini dalam surah Al-Baqarah, saat orang-orang Yahudi diperintahkan masuk ke Palestina sambil mengucapkan: حِطَّةٌ (Ya Allah, hapuskanlah dosa kami.) Namun, mereka mengubahnya menjadi: حِنْطَةٌ yang artinya gandum. Mereka menambahkan huruf “nun”.
Lihat: Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 55 – 59 (Ustadz Badrusalam, Lc.)
Perbuatan ini mirip dengan sebagian kaum Muslimin yang mengubah makna ayat-ayat sifat Allah. Misalnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ
“(Allah) Yang Maha Pengasih, bersemayam di atas ‘Arsy.” (QS. Thaha [20]: 5)
Dalam bahasa Arab, makna istawa ‘ala (اِسْتَوَى عَلَى) adalah tinggi di atas Arsy. Namun, mereka menambahkan “lam“, sehingga mengubah ayat menjadi istawla (استولى) yang berarti menguasai. Huruf tambahan ini disebut “lam Jahmiah,” mirip dengan “nun Yahudi” yang menambahkan “nun” pada kata حِطَّةٌ sehingga menjadi حِنْطَةٌ. Padahal makna istawa ‘ala bukan istawla, ini sama sekali tidak dikenal dalam Bahasa Arab.
Orang-orang yang menakwilkan sifat Allah juga berupaya mengubah makna ayat lainnya, seperti firman Allah: بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوطَتَانِ (Akan tetapi, kedua tangan Allah terbuka). Mereka mengatakan bahwa maksud “tangan” di sini adalah “kekuasaan.” Padahal, bentuk jamak tidak sesuai dengan makna kekuasaan, dan teks ayat dengan jelas menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah tangan, bukan kekuasaan atau nikmat. Tidak mungkin kekuasaan Allah ada dua.
Ini menunjukkan bahwa, di kalangan kaum Muslimin, ada yang mengikuti jejak Yahudi dalam mengubah firman Allah. Mereka tidak dapat mengubah lafadz Al-Qur’an karena para penghafal Al-Qur’an sangat banyak, sehingga setiap perubahan dapat segera diketahui. Oleh karena itu, mereka berusaha mengubah maknanya melalui penakwilan yang sesuai dengan keinginan mereka.
Perbuatan seperti ini sama dengan perbuatan Yahudi dan Nasrani yang Allah ceritakan dalam ayat ini.
2. Tujuan Mengubah Al-Kitab
Buruknya tujuan orang-orang yang mengubah Al-Kitab dengan lisan mereka. Tujuan mereka adalah untuk menyesatkan manusia, supaya orang-orang mengira bahwa yang mereka ucapkan itu termasuk Al-Kitab, padahal tidak sama sekali.
Maka kita harus berhati-hati terhadap dai-dai kesesatan. Di zaman sekarang, ada orang-orang yang membawa hadits-hadits palsu, kemudian dinisbatkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, seolah-olah itu adalah ajaran agama dan dianggap berasal dari Allah, padahal tidak.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah memperingatkan dengan ancaman yang sangat berat terhadap orang-orang yang berdusta atas nama beliau. Rasulullah bersabda:
مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia mempersiapkan tempat duduknya di neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Lihat:
- Bahaya Membuat dan Menyebarkan Hadits Palsu
- Peringatan Tegas Imam Muslim tentang Larangan Berdusta atas Nama Nabi
3. Allah Subhanahu wa Ta’ala mencintai hidayah untuk hamba-hamba-Nya
Allah suka jika hamba-hamba-Nya mendapatkan petunjuk. Oleh karena itu, ketika mereka mengatakan sesuatu berasal dari Al-Kitab, Allah langsung membantah: “Itu bukan dari Al-Kitab.”
Hal ini dilakukan Allah agar manusia tidak tertipu dan mendapatkan petunjuk. Maka salah satu cara agar manusia mendapatkan petunjuk adalah dengan membantah kesesatan. Membantah syubhat (kerancuan) adalah bagian dari jihad.
Ketika ada orang-orang yang menyampaikan syubhat, mereka akan berusaha mencari-cari dalil untuk membenarkan kesesatannya, baik dari Al-Qur’an, hadits, maupun perkataan ulama yang sesuai dengan keinginan mereka.
Oleh sebab itu, kewajiban para ulama adalah menjelaskan mana pemahaman yang benar dan membantah syubhat-syubhat tersebut. Syubhat adalah penghalang manusia dari hidayah. Membantah kesesatan adalah bagian dari jihad, dan hanya ulama yang mampu melakukannya.
Saya sangat mengapresiasi sebagian teman-teman di YouTube yang berusaha membongkar berbagai kesesatan dengan bukti-bukti yang valid. Ini adalah langkah yang baik dan termasuk jihad di jalan Allah.
Bagaimana pembahasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian yang penuh manfaat ini.
Download MP3 Kajian Tentang Ahli Kitab Mengubah Firman Allah -Tafsir Surah Ali Imran 78
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54852-ahli-kitab-mengubah-firman-allah-tafsir-surah-ali-imran-78/